Matahari sore ini sedang bersahabat,
bersepeda adalah kegiatan asyik untuk sekedar mencari keringat. Sekaligus
melepas penat tentunya. Menikmati udara sore kota ini dengan santai, jarang
sekali terjadi. Memaknai lagi jejak yang sudah dibuat kemarin-kemarin dan
mengeluarkan emosi dengan tidak melampiaskan ke orang lain. Kegelisahan tidak
juga meredup sepanjang jalan. Sudah semakin sore, saatnya bermain dengan
bocah-bocah penyemangat di hari yang mendung.
Saatnya pulang dan belajar. Beruntung sudah
sampai rumah. Hujan deras malam ini menambah kesenduan dalam gelisah yang tak
kunjung reda. Jadi teringat sebuah film, pada bagian epilog tertulis, “a story
should be written to make they understand”. Letup-letup ingin menulis
mengalahkan niat belajar untuk mempersiapkan ujian pragmatics.
***
Setelah vakum 2 bulan dari Code Pintar,
kounitas belajar dan bermain bersama anak-anak yang tinggal di pinggiran kali
Code, kegelisahan kembali menghampiri. Kali ini ia datang dari waktu. Anak-anak
ini tumbuh cepat sekali. Mereka sudah bertambah tinggi, semakin aktif, dan
semakin mampu menyimak apa yang mereka rasakan dengan indera mereka.
Banyak kosa kata baru dan perilaku mereka
yang tidak sama menaggapi sesuatu. Hanya saja perubahan itu membuat saya merasa
asing dan khawatir. Ku pikir mereka masih kecil, belum tau kerasnya dunia.
Asumsiku salah besar, mereka tahu betapa beratnya hidup, mereka tertekan. Hanya
saja mereka masih terlalu kecil untuk mengartikannya, tawa-tawa mereka menutupi
rasa takut. Mereka menyanyikan lagu-lagu orang dewasa, bicara tentang perempuan
berpakaian minimalis di sebuah majalah, bicara tentang kawin (hubungan
seksual), dan membodoh-bodohi temannya jika tidak bisa menjawab pertanyaan.
Sepertinya dulu waktu seumuran mereka, aku
belum berfikir apa yang mereka pikirkan. Aku bahkan bisa membantah ibuku saat
ia mengajariku dengan cara yang berbeda dengan apa yang diajarkan di sekolah
karena aku memahami apa yang diajarkan guruku. Tapi mereka belum bisa menguasai
pelajaran yang mereka pelajari.
Mereka belum menguasai pelajaran dengan
baik, ada beberapa yang sudah baik tapi bisa dihitung dengan tiga samai lima
jari. Pertambahan, pengurangan, perkalian, apalagi pembagian…
“Ah, adik… apakah dirumah kamu tidak pernah diajari orang tuamu.” Gerutuku dalam hati.
Kujawab sendiri, “Jangan memikirkan mengajari anak, orang tua mereka pasti sudah ruwet mengurusi masalah perut”.
“Ah, adik… apakah dirumah kamu tidak pernah diajari orang tuamu.” Gerutuku dalam hati.
Kujawab sendiri, “Jangan memikirkan mengajari anak, orang tua mereka pasti sudah ruwet mengurusi masalah perut”.
Saat belajar, mereka memiliki rasa ingin
tahu yang tinggi, tapi juga memiliki tingkat kejenuhan terhadap subyek tertentu
yang tinggi juga. Mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) dan belajar untuk ulangan,
beberpa lainnya bermain, melopat kesana kemari, ada juga yang membantu
membersihkan ruang belajar. Tinggal pengjarnya saja yang harus pintar-pintar
melakukan inovasi agar mereka tetap fokus pada apa yang dipelajari.
Tidak hanya pelajaran, tapi kami juga
bersama-sama belajar melakukan aktifitas diluar akademis. Mewarnai, menggambar,
main music dengan memanfaatkan barang-barang bekas, menyanyi lagu anak-anak. Banyak
yang bisa dipelajari dari bocah-bocah ini. Mereka hanya tahu bahwa dunia mereka
adalah rumah dan lingkuangan tempat ia tinggal, jika kita ‘merusak’
kenyamanannya, mereka akan kehilangan masa kecil yang membahagiakan.
Mata mereka yang bersinar-sinar selalu redup
ketika orang tuanya memanggil mereka untuk pulang. “Emoh, nanti!” jawab Putra,
seorang anak laki-laki yang belum sekolah yang menjadi anggota Code Pintar,
ketika ibunya memanggilnya dari pintu ruang petak yang kami kontrak.
Setelah beberapa kali diperhatikan,
beberapa orang tua selalu beteriak atau memanggil mereka dengan nada tinggi
jika memanggil anaknya untuk pulang ke rumah. Disitulah, mata mereka meredup,
kehilangan sedikit kebahagiannya. Beberapa lagi yang sudah agak besar mereka
pun terlihat sungguh bersemangat ketika kami datang dan membuka kunci rumah.
Menjelang pukul 7, mereka mulai gelisah karena kelas informal ini hampir
selesai. Mereka pasti akan berbuat rusuh dan iseng jika melihat kami mulai
merapikan barang-barang dan bersiap-siap pulang. Ada saja tingkahnya, mematikan
lampu lah, mengunci kami dari luar lah, menyembunyikan sandal, dan tingkah lucu
lainnya.
Mereka memberontak dari ketertekanannya
dengan cara bermain. Itulah yang terlihat dari cara mereka menolak untuk
kembali ke rutinitas di rumah dan sekolah. Mereka berontak dengan cara
melakukan keisengan dengan tujuan mencari perhatian, agar kami tidak pulang dan
tetap berada di rumah Code Pintar untuk berbagi cerita dan belajar.
***
Ajaib: senyum
dan tawa anak-anak itu menyemangati saya dan memberikan energi positif untuk
saya yang sedang layu. Walaupun mereka nakal, tapi mereka telah membangkitkan
semangat dan jiwa yang hampir mati karena lamunan. Adik-adik sayang,
berbahagialah… bermainlah selagi kau bisa bermain, dan bermainlah untuk
melepaskan semua bebanmu… Kanak-kanak… Ya, kadang aku merindu menjadi bocah …
Ajaib, kalian mengingatkanku lagi untuk terus bersyukur dan bergerak.
Yogya, 10
Desember 2012
11.12 pm,
astaga… besok ujian pagi dan lanjut observasi KKN…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar