Setiap manusia memiliki pengalaman hidup masing-masing yang berharga. Tetapi hidup tidak pernah pasti dan sesuatu yang berharga itu bisa segera hilang begitu saja tanpa jejak. Seperti jejak di pasir yang mudah hilang tertiup angin.
Jumat, 27 Desember 2013
Rindu
Rindu yang berada di puncak adalah ketika tidak saling berkabar tetapi doa-doa tidak terputus dari dalam hati dalam diam. Rindu itu kadang jahat, perihnya tak tertahankan.
Kamis, 26 Desember 2013
Aku Hanya Diam
Aku mencarimu, diantara lagu-lagu yang teduh itu
Karena entah harus kuapakan luapan rindu
Tak ada sepatah kata meluncur lewat layar seperti biasanya
Padahal dengan menatap matamu sudah bisa tenang
Diantara air mata dan kesesakan
aku sungguh mencarimu dalam-dalam
Jangan hanya diam, sesekali aku ingin mendengar lagu
Sedikt saja nada dan lantunan kata
Seperti yang pernah kau dendangkan dulu
Atau hanya aku yang terhanyut dalam suasana?
Aku ingat setiap inci cerita kita
Yang mungkin kau lupa pernah menceritakannya padaku
Hanya ingin tahu apa cerita yang kausimpan di kepalamu
Aku hanya diam dan tetap membiarkanmu bercerita
Karena aku ingin kau bicara banyak
Aku hanya diam dan tersenyum mendengarkan
Cerita yang bukan tentang kita, tapi tentang sekeliling kita
Aku hanya diam dan menunggu kamu bertanya
Jika kamu memang butuh suaraku
Aku hanya diam dan tetap membiarkanmu berjalan
Karena sejatinya cinta itu harus mengikhlaskan
Menunggu dengan sabar,
itu kata mereka.
Siapa yang tidak tahu bahwa untuk bersabar itu sulit?
Aku hanya diam dan menanti
Aku terlalu takut untuk mencobanya
Aku hanya diam dan bergerak dengan senyum
Karena tak ada alasan untuk menunggumu
Tetapi aku tetap menunggu
Walaupun kamu tak tahu
Aku hanya diam, dan menunggu di dalam hati
Disini, yang terdalam...
Karena entah harus kuapakan luapan rindu
Tak ada sepatah kata meluncur lewat layar seperti biasanya
Padahal dengan menatap matamu sudah bisa tenang
Diantara air mata dan kesesakan
aku sungguh mencarimu dalam-dalam
Jangan hanya diam, sesekali aku ingin mendengar lagu
Sedikt saja nada dan lantunan kata
Seperti yang pernah kau dendangkan dulu
Atau hanya aku yang terhanyut dalam suasana?
Aku ingat setiap inci cerita kita
Yang mungkin kau lupa pernah menceritakannya padaku
Hanya ingin tahu apa cerita yang kausimpan di kepalamu
Aku hanya diam dan tetap membiarkanmu bercerita
Karena aku ingin kau bicara banyak
Aku hanya diam dan tersenyum mendengarkan
Cerita yang bukan tentang kita, tapi tentang sekeliling kita
Aku hanya diam dan menunggu kamu bertanya
Jika kamu memang butuh suaraku
Aku hanya diam dan tetap membiarkanmu berjalan
Karena sejatinya cinta itu harus mengikhlaskan
Menunggu dengan sabar,
itu kata mereka.
Siapa yang tidak tahu bahwa untuk bersabar itu sulit?
Aku hanya diam dan menanti
Aku terlalu takut untuk mencobanya
Aku hanya diam dan bergerak dengan senyum
Karena tak ada alasan untuk menunggumu
Tetapi aku tetap menunggu
Walaupun kamu tak tahu
Aku hanya diam, dan menunggu di dalam hati
Disini, yang terdalam...
Just three of us
Christmas is not important without laugh and togetherness with family. And again, I'm crying this year even if I give you my best smile. Here,inside my heart... I miss my family in a complete formation. It's been a long time to be separated.
It's kind of late post of the picture but, here I want to share a pile of my happiness... just three of us. ym beloved mother and youngest sister.
A lot of my friend said that we're just 11-12-13... means look alike... :) isn't it?
Hopefully my Dad get well soon and be back soon to Jakarta, and for my brother, have fun in Jogjakarta with our big family..
Jakarta, 24 Dec 2013
Few hours before Christmas
It's kind of late post of the picture but, here I want to share a pile of my happiness... just three of us. ym beloved mother and youngest sister.
We called this as 'sisterhood'
A lot of my friend said that we're just 11-12-13... means look alike... :) isn't it?
Hopefully my Dad get well soon and be back soon to Jakarta, and for my brother, have fun in Jogjakarta with our big family..
Jakarta, 24 Dec 2013
Few hours before Christmas
Batas Titik Dosa
Setiap benda, hidup ataupun mati, memiliki batas... batas-batas itu
sekarang mencapai titik kejenuhan, titik kehancuran, titik kepengkuan,
titik-titik itu menjadi dosa... dosa besar ketika kita tidak memenuhi tanggung
jawab karena sudah terlanjur tercemplung kedalamnya, dan dosa besar pada
keluarga yang telah mempercayai kita untuk menjadi orang berguna dalam
masyarakat selepas kuliah nanti.
Awalnya aku memang tidak tahu
bahwa semua akan menjadi serumit ini. Kesadaran. Ini bisa menjadi kutukan bisa
juga menjadi anugerah. Kali ini sebut saja kesadaran membawaku pada keduanya...
Dapat mempelajari banyak hal terutama kehidupan dan mendapat tekanan dari
berbagai pihak. Aku sungguh tidak tahu bahwa akan berujung runyam, seperti
sekarang ini.
Keyakinan telah membawaku untuk
mengamini bahwa tidak ada sesuatu yang sia-sia di muka bumi. Setiap usaha akan
membawa kita pada sebuah masa depan yang berasal dari pilihan-pilihan kita.
Pilihan-pilihan itu membentuk sebuah jalan dan jangan salahkan keadaan atau
yang lainnya. Karena, masa depanmu, kamu sendiri yang membuatnya kecuali
tentang rejeki, jodoh, kelahiran, dan kematian... hanya semesta yang tahu.
Sekarang tanpa rokok dan kopi
harus kuhajar sendirian perasaan-perasaanku. Membunuh ego dan angan tentang
cita-cita. Ingin mengutuk kodratku sebagai kelas menengah sok berjuang untuk
hal yang lebih baik, tapi yang hidupnya dirundung cemas. Jika benar aku
menyalahkan, maka ini akan menjadi sebuah
kesalahan besar. Ingin membuat sebuah perbaikan, tetapi yg terjadi malah
meneruskan dosa leluhur/senior dan membuat dosa lainnya sehingga mengecewakan
banyak insan. Tak sepantasnya kita menyalahkan keadaan atau takdir... Solusinya
hanya satu, menjalani dengan ikhlas. Lalu semua menjadi sepi, seakan terdiam...
hanya terdengar sayup tuduhan dan tudingan.
Walaupun waktu banyak yang
terbuang, tenaga terkuras, tabungan sudah habis bahkan sampai ngutang teman
untuk mengunjungi kota-kota. Tak lupa, beberpa diantaranya mengorbankan hati
hingga hancur berkeping-keping, di sumpah serapahi orang lain, di tuntut
sana-sini, di maki orang tua... Hancur-hancuran. Sehancur-hancurnya. Bahkan
kepingan terkecil itu lebih kecil dari debu, hingga sulit disapu. Itulah
kenyataannya.
Ku akui, sempat aku lupa daratan.
Melupakan sebentar tanggung jawabku atas sebuah mahakarya pertanggungan kuliah
selama 4 tahun dan hanya sibuk bekerja
pun berorganisasi. Salah, itu adalah kesalahanku, jangan ditiru. Aku jug pernah
melupakan orang-orang terdekat dan terbaik dalam hidupku, yaitu keluargaku,
keluarga biologis dan keluarga kulturalku. Aku telah menyakiti mereka atas
keputusan-keputusanku. Sepertinya tak hanya aku, orang lain yang berjuang di
tataran nasional dan kota pasti juga sudah banyak mengorbankan hal-hal penting
dalam hidup mereka untuk tujuan yang mulia... mencerdaskan dan menyadarkan agar
tetap saling bertautan.
Aku tetap sangat salut dengan
saudara-saudaraku seperjuangan yang masih rela menduduki posisi itu dengan
ikhlas dan dengan rendah hati. Bahwasannya, masih ada pemimpin yang
sungguh-sungguh melayani, pemimpin yang rela mengorbankan semua yg dia miliki,
pemimpin yang akan menjadi paling terakhir dalam barisan, pemimpin yang
merakyat dan duduk ditengah-tengah kerumunan bersama rakyatnya... Kalian telah
melampaui batas kemampuan diri. Masih selalu ingat dengan bantuan doa orang-orang
terdekat yang kita sakiti, lalu berjanji untuk menebusnya setelah tugas-tugas
yang telah disepakati bersama selesai. Aku sangat menghargai usaha dan kerja
keras kalian yang penuh ketulusan... biarlah penebusan dosa-dosa kita pada
orang-orang tersayang diterima oleh semesta sehingga berujung indah kawan.
---
Dengan mudah,
mungkin yang lain bisa berkata. Tapi kata yang terucap hanya sebatas permukaan
karena mereka tidak penah tahu berkecimpung di dalamnya. Mengumpat memang mudah, yang sulit adalah bertahan dan tetap mau memperbaiki kesalahan yang ada, dan memaklumi bahwa tidak ada sesuatu yg sempurna. Kuatlah dan
sabarkanlah hatimu kawan... tidak ada sesuatu yang sia-sia. Biarkan saja.
Memang, bisa saja setiap orang
menghakimi orang-orang yang tetap bertahan tersebut sebagai orang bodoh,
pengku, bebal, dan tidak berotak karena mereka telah mengorbankan masa
depannya. Sesungguhnya mereka sudah sadar sepenuhnya akan ketidak berasan yang terjadi...
mereka semua ingin memperbaikinya dan merelakan waktu mereka habis bersama
sebagian dari masa depan mereka. Mereka banyak berkorban dan mereka tetap
rendah hati. Kalau memang segala usaha akhirnya juga tetap sama saja... berarti
memang ada yang tidak direstui dari perjuangan tanpa tanda jasa ini. Zaman
tidak merestuinya, dan mahasiswa-mahasiswa sekarang menjadi tak beradab, hanya
mengamini dirinya sebagai calon pekerja saja.
Untuk para pejuang di Lembaga
terkecilnya masing-masing, di kepengurusan kotanya masing-masing, di tataran
yang lebih tinggi... kita bersaudara dan bertautan bukan karena kebutuhan saja,
tetapi karena visi-misi kita untuk menjaga sedikit peradaban (minimal) di
lingkaran-lingkaran terkecil saja. Beberapa minggu lagi... Mari bebenah
saudara...
Jangan biarkan kesakitan-kesakitan
yang kita rasakan menjadi dosa turunan bagi generasi selanjutnya. Biarkan
batas-batas itu ada... jangan sampai membuat titik-titik kejenuhan dan berujung
pada acuh. Jalani saja yang sepatutnya kita pertanggung jawabkan dan tebuslah
dosa kalian satu persatu. Semoga semesta berpihak pada perjuangan kita yang
nampak sia-sia dimata orang.
Jakarta,
26 Desember 2013
Terseling tawa dan air mata, untuk para pejuang tanpa tanda jasa
Kalian yang tahu rasanya, kalian kuat.
Terseling tawa dan air mata, untuk para pejuang tanpa tanda jasa
Kalian yang tahu rasanya, kalian kuat.
Gerarda Agriveta
12.45 WIB
12.45 WIB
Kamis, 21 November 2013
Kesakralan Merajut
Sebuah
kesakralan datang dari proses yang panjang. Dilakukan penuh dengan rasa, penuh
dengan doa, dan penuh dengan komunikasi. Itulah merajut bagiku, minimal
untukku.
Merajut
adalah sebuah proses panjang yang ada letih, bosan, kesalahan, kerumitan, dan kesetiaan
di dalamnya. Karana kau melakukan pola yang sama berulang-ulang, harus
memperhatikan setiap tarikan benang, berkomunikasi dengan tangan secara
eksklusif, dan harus membunuh rasa bosan. Tak lupa, mencari waktu luang dalam
kesibukan sehari-hari untuk berkonsentrasi agar setiap lilitan benang itu rapi.
Ini semacam proses melatih kesetiaan: 1) di waktu senang waktu awal-awal membuat
rajutan, 2) di waktu bosan saat ditengah-tengah proses pengerjaan, dan 3) di
waktu sulit ketika harus menutup atau menuntaskan rajutan itu sendiri.
Dari
merajut itu, banyak pelajaran yang bisa kudapatkan. Aku belajar membunuh rasa
bosan, melatih ketenangan dalam menghadapi masalah, belajar menghargai proses,
dan belajar santai, tidak tergesa-gesa dan tidak men-judge dari hasil awal.
Sedikitnya, belajar untuk lebih mencintai apa yang sudah kita kerjakan dan
dapatkan, apapun hasilnya… itulah hasil keringat dan perjuanganmu. Lantas aku
bisa lebih banyak bersyukur.
Merajut
itu harus dilakukan sepenuh hati. Niat harus dilaksanakan, tidak sekedar omong
saja. Kenapa sepenuh hati? Karena jika merajut tidak dilakukan dengan sepenuh
hati biasanya ia akan terhenti ditengah jalan, tidak selesai dan kamu merasa
bosan lalu mulai merajut hal yang lain. Tapi tidak pernah selesai. Merajutlah
dengan sepenuh hati, dengan ketulusan, dengan kesetiaan, dengan kesabaran, dengan
segenap perasaan dan perhatian.
Mencintai
proses merajut sama seperti belajar mencintai diri, mencintai kekasih, dan
belajar mensyukuri apa yang telah kita dapatkan. Prosesnya sangat membutuhkan
waktu. Seperti mencintai, butuh proses yang panjang, bahkan setelah kau
memilih, kau harus belajar mencintai terus-menerus sepanjang sisa usiamu. Lagi,
butuh ketulusan, kesetiaan, kesabaran, dan perhatian.
Sesak
Lalu harus ku-apa-kan rindu-rindu
yang bersarang di setiap sudut kamarku?
Setiap sudut ruang kerjaku?
Setiap sudut mataku?
Mengapa hujan sangat dekat dengan rindu?
Sementara kamu begitu jauh
Dan dingin kadang membunuhku
Perlahan dengan tetes-tetes air yang
menyanyikan namamu
Ah, melankolia... Membuat sesak
Penghujung tahun selalu begitu
Menjinjing perasaan-perasaan yang
membuncah
Tapi pasti ada yang tercecer di
jalan-jalan
di tepian-tepian trotoar tempat kita
menghabiskan waktu
di remang lampu-lampu jalanan saat malam
di sebuah tempat yang dingin kala aku
menyandarkan kepalaku di bahumu
di perjalanan yang jauh yang memaksa kita
berjalan tanpa ada lagi tenaga tersisa
di sana, dan di sini...
Tepat di jantung ini
Sesak, ini sudah meluap-luap
Yogyakarta, 21 November yang hujan dan senja yang indah 2013
Senin, 12 Agustus 2013
Cerita random tentang Jawa Timur
Sebuah cerita random, datang dari sebuah kesakitan dan
kegelisahan melihat alam yang semakin tidak menentu.
Yah, kadang butuh mood khusus untuk membuat tulisan mengalir. Emosi yang meluap-luap. Kalau ia tidak segera dituliskan makan akan menjadi kelupa-lupa.
Sudah lama tidak menulis serius. Kadang ada mood tapi ga bawa leptop, nulis di hape kecil walaupun smart tapi membuat mood menulis hilang.
Yah, kadang butuh mood khusus untuk membuat tulisan mengalir. Emosi yang meluap-luap. Kalau ia tidak segera dituliskan makan akan menjadi kelupa-lupa.
Sudah lama tidak menulis serius. Kadang ada mood tapi ga bawa leptop, nulis di hape kecil walaupun smart tapi membuat mood menulis hilang.
Hahh! Akhirnya punya sedikit waktu untuk bercerita tentang
beberapa bulan belakangan. Beberapa kali bolah balik Yogyakarta sampai ujung
pulau Jawa, setiap daerah menyimpan berbagai macam cerita. Tentang teman,
tentang kamu, tentang binatang,tentang manusia yang seperti binatang. Tentang
sebuah kekayaan alam Indonesia yang tak pernah habis dikeruk korporat dan
oknum-oknum penjahat alam.
Ini baru tanah Jawa.
PAITON
Pertama kalinya saya menganga melihat sebuah PLTU
(Pembangkit Listrik Tenaga Uap) di daerah Situbondo-Bondowoso, Paiton. Malam
ternyata menyembunyikan tumpukan batu-batu bara berkilo-kilo meter panjangnya.
Ketika siang kau akan melihat berratus-ratus kapal pembawa batu bara dari Kalimantan
ke Paiton untuk menghidupi listrik di Pulau Jawa, Bali dan Madura. Begitu
banyak dan begitu besar. Bisa dibilang itu adalah pemindahan bukit-bukit hijau
di Kalimantan menjadi tumpukan bukit hitam pekat. Hijau yang dirampas dari
Kalimantan itu semata-mata dibawa ke tanah Jawa untuk menghidupi listrik.
Padahal di Kalimantan, masih banyak kampong-kampung belum berlistrik.
MERU BETIRI
Taman nasional yang di dalamnya ada perkebunan pribadi.
Masih banyak hewan disana, seperti merak, monyet abu-abu, monyet hitam, biawak
besar, jaguar hitam, rusa, babi hutan, beberapa jenis serangga aneh. Masih juga
bisa ditemukan bunga Rafflesia jenis kecil disana. Masalahnya bukan pada
hewannya, tapi pada masyarakat yag hidup disana. Bisa dikatakan Primitif atau
Purba. Sebenarnya cara itu sangatlah ekologis karena rumah masih beratapkan
jerami, beralaskan tanah, bertembok anyaman bamboo atau triplek. Tapi
disamping-sampingnya persis bersebelahan dengan kandang sapi yang sangat kurus,
anjing-anjing yang mengenaskan. Bahkan pemilik-pemilik sapi dan rumahnya juga
kurus dan sudah sepuh. Lain kai akan kuceritakan detilnya… sekarag belum banyak
yang bisa ku oleh dari pengalaman yg lalu.
PULAU MERAH
Tambang intan dan Emas dari perusahaan Amerika, Australia,
dan Jepang mengeruk habis kekayaan yang terdapat di perut pulau itu. Merkurinya
mencemari biota laut yang hidup di dekat taman Nasional Meru Betiri. Mulai
banyak penyu yang terkena penyakit. Telur abnormal semakin banyak, anak-anak
penyu (tukik) mulai mengalami ke-albino-an. Ranger di konservasi penyu yang
tidak berkompeten. Ah, aku sungguh membenci mereka yang tidak memperlakukan
sesamanya, hewan, dan tumbuhan. Tapi biar Alam yang membalasnya….
Segitu dulu ah, sudah harus segera meluncur ke Jogja.
Segitu dulu ah, sudah harus segera meluncur ke Jogja.
Kertosono, 12 Agutus 2013
Langganan:
Postingan (Atom)