Ramai-ramai orang mengucapkan aku cinta Indonesia di
jejaring sosial. Apa mereka benar-benar cinta? Kemerdekaan macam apa yang
mereka rasakan ketika saudara sebangsa masih berjuang mati-matian untuk
mendapatkan kemerdekaan?
***
Pagi ini, aku bahkan baru ingat
bahwa ini tanggal 17 Agustus 2012. Tanggalan merah. Tanggal yang saat ini dinanti
para pekerja untuk menikmati istirahat dan bersantai bersama keluarganya. Tanggal
yang sekarang ini ditunggu anak-anak sekolah untuk bermain-main di lomba yang
menjanjikan hadiah-hadiah sederhana sampai yang mewah… Detik-detik dimana degup
jantung yang berdegup cepat dan aliran darah terasa begitu cepat pada
pemuda-pemudi Indonesia 67 tahun silam memnanti kata ‘Merdeka’.
Kemerdekaan. Apa yang merdeka? Bahkan
kawan saya sendiri yang berusia 21 tahun juga berkata, “aku bahkan tidak punya
posisi tawar dalam hidupku untuk mengambil keputusan sendiri karena semuanya
sudah diatur oleh orang tua.” Kawan lain
dari fakultas akuntansi berkata, “Secara ekonomi, kebijakan-kebijakan kita
masih sangat tergantung dengan IMF, inflasi nilai mata uang masih perlu supaya
kita tidak di embargo.” Petani di Kebumen masih berusaha berjuang melawan
kekerasan aparat yang MENGANCAM keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
Petani Kulon Progo masih berjuang melawan kekerasan aparat serta masuknya modal
asing yang akan mengambil lahan hidup mereka, masih terpajang tulisan “Bertani
atau Mati!”. Seruan yang pernah diteriakkan pendahulu bangsa kita juga serupa
walau tak sama “Merdeka atau Mati!”… Seruan itu… seruan itu… semata tak
terdengar lagi oleh anak-anak muda yang terlarut budaya barat sampai lupa
budaya timur sendiri. Seperti tak digubris oleh orang tua-orang tua yang masih
bersujud menyembah-nyembah ilmu yang mereka dapatkan dari barat sampai lupa
ilmu dari timur sendiri yang luar biasa dicari orang barat.
Lucu… Ironis…
Beberapa hari yang lalu, ketika di
Mojokerto, aku dan kawan-kawan bicara soal masalah-masalah anak muda di
Indonesia. Sementar di samping kanan, kiri,dan depan kami asyik bermain kartu,
bicara otomotif, game-game terbaru, software, akan berlibur kemana liburan
nanti, mode pakaian terbaru, shopping. Rasanya seperti ada di dimensi yang lain.
Apakah dari puluhan orang di tempat makan ini tidak ada yang memikirkan apa
yang harus kita lakukan untuk bangsa ini?
Ah, mungkin ada tapi di tempat yang
lain. Atau, mungkin mereka bicarakan tentang Indonesia di ruang yang lain
selain di ruang kotak kelas… ya, semoga saja harapan ini bukan hanya di anganku
saja.
Kembali lagi. Kemerdekaan.
Kemerdekaan macam apa? Ketika masih ada yang bilang, “Maaf mas, aku ga bisa
melanjutkan hubungan ini, orang tuaku melarang aku untuk berpacaran apalagi
serius dengan yang beda agama.” Teman yang lain berkata, “Saya kalau cari pacar
harus yang cina, karena nanti ga direstui orang tua kalau ga cina.” Dengan muka
pucat ada teman yang berkata, “Tadi dijalan aku diserempet Pace (Bapak dalam
bahsa papua), tapi ga berani aku ngomong sama dia.” Kemerdekaan yang rasis dan dan
membeda-bedakan agama? Sumpah Pemuda yang mengorkan Berbangsa Satu, Bertanah
Air Satu, dan Berbahasa Persatuan tidakkah menggantung di telinga? Kalau
mengaku Ketuhanan yang Maha Esa, kenapa agama masih menjadi masalah dalan
bersosial?
Generasi ini generasi ahistoris,
yang melupakan kejayaan nusantara pada masa kejayaannya, melupakan arti
perjuangan pendahulunya yang rela mati untuk anak-cucunya. Sementara anak
cucunya hanya memikirkan dirinya sendiri yang egois dan menyembah pada apa yang
ditentang para pendahulunya. Bangga dengan hal-hal banal. Silahkan saja nikmati
hidupmu itu, karena toh pada akhirnya pembenaran kalian seperti ini, “hidup ini
hanya persinggahan, sementara, lalu nikmati saja hidup yang singkat ini.” Ya
nikmati saja, mungkin buat kalian cukup untuk membahagiakan orang-orang
disekitar yang tercinta, seperti keluarga dan teman-teman terdekat. Ya nikmati
saja… Nikmati dan nikmati… lalu dipenghujung usia akan tersadar, betapa egois
ketika kita hanya melihat hidup untuk lingkaran terdekat saja.
Masih kau berani berkata Dirgahayu
untuk Indonesia yang ‘Merdeka’? Masih kau berani bilang cinta pada Indonesia?
Indonesia definisi siapa? Indonesia yang mana? Indonesia yang milik siapa?
***
Ah, maaf, mungkin saya Cuma ngelantur. Anggaplah ini omongan gadis
yang sedang meraba hidup, masih mencari dan belum tahu apa-apa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar