Minggu, 02 Mei 2010

Menjauh


Lagi-lagi hampa sempat mampir cukup lama dalam waktu-waktu belakangan. Dan kali ini datang bersamaan dalam hal yang membahagiakan, membuat gejolak hati bergeliat dalam ruang hampa. Saya tidak nyaman dengan kebahagiaan yang kalian sebut bahagia, bahagia macam ini yang membuat saya makin terasing dalam liarnya pikiran.


Menjauh. Ya, mungkin sementara ini saya akan menjauh saja pelan-pelan menghilang dari hidup nyata kalian. Bukan masalah untuk saya untuk tidak terjadi komunikasi langsung dengan kalian, tapi tak bisa dipungkiri juga jika rasa rindu akan memori – memori yang pernah dilalui bersama dalam suka duka membuat sakit dan perih dihati. Tapi melihat kalian yang begitu tidak pedulinya dengan kuasa-kuasa besar yang mempengaruhi kalian, aku menjadi merasa terasing.
Betapa sulitnya bagiku untuk bisa berdialog dari hati ke hati dan dari pikiran-pikiran yang bisa membawa perubahan bagi sesama. Aku memilih untuk diam karena aku tidak ingin kalian menganggap aku aneh atau freak seperti yang pernah kalian lontarkan sebelumnya. Apakah dengan membaca dan mendialogkan hal-hal serius itu membuat kalian tidak nyaman. Tapi kita sudah mahasiswa kawan, sadarlah betapa orang-orang diluar sana yang mengharapakan kita sebagai kaum elit terdidik untuk berjuang atas nama keadilan, kebenaran, demi kesejahteraan. Jika kalian memang belum tahu aku ingin sekali memberi dan berbagi pengalaman juga berdiskusi bersama tentang kehidupan.


Intelektual bukanlah hal yang lagi patut disindir dan dimarjinalkan dari kehidupan mahasiswa. Sudah sepatutnya kita berbicara tentang bagaimana mengapa dan langkah apa yang harus dibuat untuk kedepannya. Apakah tujuan kalian kuliah hanya sebatas agar bisa mencari pekerjaan yang layak dengan penghasilan tinggi, membuat orang tua bangga, menghidupi istri – anak, dan mempersiapkan hidup anak kalian agar bisa menjadi seperti yang kau inginkan dengan pola yang sama? Lalu dengan siapa lagi mereka yang terpinggirkan, miskin, menderita, tertekan dalam ketidaksejahteraan berharap? Dimana letak hati nurani kalian yang bisa menikmati hidup dengan fasilitas luar biasa? Lalu apa tujuan hidup kalian dan bagaimana kalian merealisasikannya ditengah masyarakat yang dinamis sementara kalian tidak tertarik, bahkan tidak menyukai ilmu sosial. Padahal kalian juga hidup ditengah masyarakat sosial.


Tentang kemiskinan dan pembodohan, maaf teman, aku ingin memfokuskan perhatianku kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan bantuan. Mereka tidak punya siapa-siapa lagi yang dapat dipercaya untuk dapat membantu mereka keluar dari ketertekanan kecuali Tuhan, dan kita kaum muda bangsa ini. Pemerintah sudah tidak bisa lagi dipegang janjinya karena janji mereka hanya janji politik belaka. Tapi berserah pada Tuhan jug bukan semata-mata pasrah, tetap harus ada usaha, agar agama tidak menjadi candu. Lalu jika bukan pada kaum elit politik dan ekonomi, kepada siapa mereka bersandar atas segala harapan kemerdekaan? Kepada kita, kepada kami, kepada elit pendidikan.


Menjauh, aku akan semakin menjauh ketika mereka sungguh tidak dapat menerima kenyataan, bahwa hidup itu mudah, bahwa hidup tidak rumit, bahwa hidup jangan dibuat susah. Kenyatannya hidup memang tidak mudah, hidup memang susah, tapi kita masih memiliki modal untuk membuat perubahan dengan pendidikan yang kita tempuh dari bangku taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Maaf kawan, aku akan semakin menjauh jika kita tidak lagi sejalan dan setujuan… Aku memiliki keyakinan kuat akan jalan hidupku, dan mungkin kau dengan hidupmu. Dan aku tidak sendiri kawan, aku punya banyak teman untuk mengubah dunia yang semakin poranda jika pemikiran-pemikirannya berorientasi pada kemapanan dan kemakmuran diri sendiri. Aku sudah mantap dengan tjuan hidupku. Jadi untuk segala kehedonan dan kekonsumtifan kalian, aku ingin menyendiri dahulu saja.

Yogyakarta, Februari 2010

Tentang kasih


Bicara tentang kasih, eits… ini bukan bicara cinta…

Mengutip 1 Kor 13: 4- 7 tentang kasih. “Kasih: Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak marah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidak adilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.“


Aku mungkin belum bisa mengasihi. Aku masik kekanak-kanakan, sebenarnya aku sadar bahwa diusia 18 tahun ini aku sudah tidak sepatutnya dan sepantasnya berpikiran dan bertindak seperti anak-anak. Tetapi aku ingin belajar untuk mengasihi seperti apa yang tertulis dalam ayat tersebut karena menurutku itu adalah sebuah gambaran kasih yang sempurna. Aku ingin memaknai hidupku secara dewasa. Aku mau melakukan dan memberikan kasih secara dewasa. Karena sekarang aku hidup dalam realita hidup yang renta akan kasih, kasih yang sesungguhnya.

Kasih itu sabar, murah hati, dan tidak cemburu. Sabar, jangan asal ‘hajar bleh’. Menurutku kasih itu juga sebuah proses, jadi biarlah kasih itu berproses terlebih dahulu. Mau menunggu dan mampu mengalahkan rasa cemburu. Karena cemburu hanyalah sebuah perasaan iri dan posesif. Iri karena perhatian orang yang dikasihi tidak focus kepada ‘saya’ dan menjadi egois, hanya memikirkan perasaan sendiri, kesenangan, juga kebahagiaan sendiri, semua focus pada diri sendiri. Sabar, pikir dulu sebelum bertindak, jangan jadi reaktif. Masih banyak hal yang lebih penting dibanding dengan perasaan untuk selalu diperhatikan. Hidup bukan hanya untuk memusatkan perhatian pada diri sendiri, tidak usah mendramatisasi perasaan. Orang yang kita kasihi juga punya ‘dunia lain’ diluar saya dan dia. Biarkan saya dan dia masing-masing berproses menyelesaikan masalah sendiri, dan jika memang sudah tidak bisa diselesaikan sendiri barulah saling membantu. Jangan biarkan orang yang kamu kasihi bergantung padamu, karena dengan begitu dia tidak akan merdeka dan tidak menjadi dewasa. Bersabarlah, karena untuk menjadi dewasa dalam berpikir dan bertindak butuh waktu. Dengan kemurahan hati untuk sedikit bersabar hingga dia mengerti tentang kasih dengan sendirinya.

Kasih itu tidak memegahkan diri; ia tidak sombong, tidak melakukan hal yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan sendiri. Kasih itu tulus, tidak mengaggap diri paling bijaksana dan tidak meremehkan mereka yang sedang belajar meraba arti kasih. Jika orang yang kau kasihi menyakiti kamu, jangan berteriak-teriak dihadapannya, berilah dia sedikit waktu untuk berfikir, merefleksikan apa yang sudah dilakukannya terhadapmu, dan introspeksi diri untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Bukan menjejalinya dengan perkataan dan nasihat, tapi berikan dan hadapkan dia pada kasih yang tidak hanya ada ketika senang-senang saja. Kasih selalu ada saat suka maupun duka, saat susah maupun senang. Kasih tidak egois, karena kasih itu memberi dan tidak mengharapkan kembali. Kasih hanya mnginginkan orang yang dikasihi menjadi lebih baik dan menjadi yang terbaik dari dirinya.

Kasih tidak marah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Bukan melalui amarah, kasih selalu memberikan uluran tangan ketika melakukan kesalahan. Ia dengan tulus dan ikhlas hati memaafkan kesalahan orang yang telah menyakitinya. Kasih memberikan solusi dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri. Kasih tidak mendendam, kasih memberikan pelajaran karena setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Bantulah orang yang kita kasihi itu untuk mau mengubah kesalahannya, bukan memaklumi kesalahan, karena kasih itu memperbaiki, membuat orang yang kita kasihi sempurna. Dengan ketidak-sempurnaannya, itu akan hilang dengan sendirinya karena kasih akan mengajarinya menjadi sempurna.
Kasih tidak bersuka-cita atas ketidak-adilan tapi karena kebenaran. Berbahagia atas terungkapnya kebenaran dan mau mengakui kesalahan. Kasih berlaku adil, memberikan apa yang kau butuhkan dan juga harus memberikan orang yang kau kasihi butuhkan. Kasih itu seimbang, tidak berat sebelah, sama porsinya, karena ketika porsinya berat sebelah akan menjadi tidak adil.

Ia menutupi segala sesuatu, mempercayai segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, dan menaggung segala sesuatu. Kasih akan menutupi ketidak-sempurnaan manusia menjadi sempurna. Keulusan untuk memberi itulah hal terpenting. Kasih itu percaya bahwa apa yang ia berikan akan berkembang dalam hati orang yang dikasihi, karena ketulusan hati mampu menyentuh ego yang besar agar mau memahami orang lain juga, tidak hanya mau dipahami, tetapi juga mau memahami. Kasih mengharapkan yang terbaik bagi orang-orang yang dikasihi, bagi semua orang yang dikenal dan ditemui. Kasih mengharapkan adanya keadilan, kejujuran, dan ketulusan bagi sesame. Kasinh mengharapkan suatu saat kedamaian akan datang pada saat yang tepat dengan berpasrah, tetapi bukan berarti tidak melakukan apa-apa, tetap berusaha memberikan yang terbaik. Kasih itu bertanggung jawab, bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuat. Bertanggung jawab atas apa yang telah diucapkan. Kasih berani menambil keputusan beserta segala resiko dan kemungkinan terbaiknya tanpa menjadi rendah diri atau sombong.

Aku mau belajar mengasihi dengan tulus, ikhlas, jujur, dan adil. Aku ingin berbagi kasih terhadap sesame dan membangun situasi dan kondisi dunia yang lebih baik. Karena hanya dengan kasih dan usaha yang terbaik, tujuan hidupku akan menjadi kenyataan.


Yogyakarta, 1 Mei 2010