Kamis, 01 Mei 2014

Untuk Kawan-kawan Seperjuangan

Pada akhirnya kita harus menerima takdir untuk kembali pada jalan masing-masing. Kembali ke kota masing-masing kita harus menerapkan ilmu kita, atau merantau ke tampat lain untuk menyambung hidup. Teori-teori yang kita baca serta diskusikan itu hanya akan menjadi wacana tanpa ada aksi. Diskusi-diskusi kita akan menguap saja tanpa ada aksi. Perlulah juga diingat bahwa aksi tanpa teori dan diskusi bisa menjadi sebuah penyesalan karena lupa atau tidak tahu akan salah.

Ah, kawan... begitu banyak selama perkuliahan ini yang ingin sekali kuceritakan. Dibukukan hingga berhalaman-halaman, tapi itu baru angan. Dari segala logika yang ilmiah hingga menyentuh ketuhanan bahkan romantika yang sering kau anggap remeh padahal itu sangat mempengaruhi mood kalian itu sebuah yang sangat berharga.

Mungkin aku mendahului kalian karena harus segera terjun dalam dunia kerja sementara proses perkuliahan. Aku anggap itu takdir pahit yang mengesankan. Pada saat kita turun langsung dan terikat oleh sistem, disitulah mentalmu diuji. Perdebatan teori dan segala wacana di kepala ternyata tak berarti tanpa ada ada keberanian untuk menentang ketidak-benaran yang terjadi dalam sistem perkantoran kita masing-masing.

Feodalisme, Patriarki, Senioritas, Kolusi, Korupsi, Nepotisme, itulah birokrasi, terbungkus profesionalisme yang omong kosong. At least, bagi saya profesionalisme adalah ketika kau bisa menyuarakan yang salah dan berani untuk memperjuangkan nilai yang kau anggap benar. Biasanya orang akan takut, takut kehilangan pekerjaannya, takut kenyamanan di tempat kerja terusik, takut difitnah dan digossipkan yang tidak-tidak oleh rekan kerjamu sendiri. Untuk apa takut jika kita memang benar yakin memperjuangkan nilai yang kita anggap benar?

Aku justru lebih takut kehilangan rekan seperjuanganku yang pernah ku kenal. Aku takut kalian tidak berani untuk memperjuangkan kebenaran kalian. Aku takut lama-lama di dalam sistem yang membuat kalian nyaman itu nurani kalian mati. Ketakutan terbesarku adalah kalian tahu yang benar tapi kalian bungkam dan pura-pura tidak tahu.

Perjalanan selama ini yang kulakukan mengajariku untuk selalu berani. Dengan rasa takutku ini akupun harus bersiap-siap untuk berani kecewa karena tidak semua orang pintar itu nuraninya tetap hidup. Aku hanya mengingatkan, dan kuharap kita semua bisa saling menguatkan. Jika memang orang-orang tua berharap pada raga kita, jangan kita sia-siakan harapan-harapan itu, untuk menjadi generasi pembaharu bangsa. Karena jika kita hanya melanggengkan sistem, kita tidaklah berbuat apa-apa. Hanya hidup untuk menunggu mati saja.