Kamis, 28 Juni 2012

Kesederhanaan

Kesederhanaan adalah yang terbaik. Simplicity is the best.

Terima kasih mama karena selalu mengajarkanku bersyukur atas apa yang sudah dimiliki. Perkataanmmu akan selalu kuingat dan kumaknai terus hingga akhir hayatku.

"Lihatlah kebawah, merekalah yang bergantung pada kita yang masih berpunya. Jangan terus menerus lihat keatas, karena langit tak ada ujungnya."


Bogor, perjalanan ke Yogyakarta. 27 Juni 2012.

Selasa, 19 Juni 2012

Akulah Prajuritnya


Dalam sinar putih sang surya pagi
Ragaku bergerak selaun detak denyut nadiku

Bersiaplah prajurit, bertarung dengan kenyataan!

Pikiranku pedangku
Mata sebagi tameng
Hati adalah baju baja
Dan akulah prajuritnya!

Dalam teriknya sinar putih setinggi kepala
Terus kubuka mata mencerna
Mereka terkapar dan lapar
Ada juga yang buncit dan megar
Itu yang berdasi dan mobil pribadi
Si berwarna teraniaya dikuras tenaganya
Sama yang kulitnya putih pakai dasi
Padahal ini negeri si warna-warni

Dalam teriknya sinar putih setinggi kepala
Kurentangkan hati mencoba memahami
Rasa-rasa perih dan letih
Dari si sakit yang tak mampu bayar rumah sakit
Dari si sarap yang tak diakui keluarganya
Dari si buruh yang hanya bekerja dan bekerja
Dan si lemah yang terus dianiaya

Pikiranku pedangku
Mata sebagai tameng
Hati adalah baju baja
Dan akulah prajuritnya!

Aku prajurit yang merdeka!
Belajar tidak takut dibungkam penguasa
Setia pada kebenaran dan keadilan
Menjunjung tinggi kedamaian

Aku bertarung dengan kenyataan
Kenyataan yang suka menikam kebenaran
Yang suka menindas keadilan
Yang suka menyandera nurani tiap insan

Aku, Prajurit yang bertarung dengan kenyataan
Hingga surya meredup
Sinarnya dikalahkan malam
Prajurit tak akan gugup                                                                              
                                                                                                                 Yogyakarta, 14 Januari 2010

Purnama Kelam


Semburit purnama kelam yang sepi
Muncul lagi tanpa permisi
Abaikannya, dan aku tetap melangkah
Mendaki hutan cemara yang tak pernah terlewati, menjauh

Terlalu kelam dan pedih sinarnya
Yang terpantul dari aliran sungai pulau itu
Menepis batu-batu yang menghujam dada
Janji-janji tinggal membisu

Tak akan pernah ku ketahui
Kapan purnama kelam kembali lagi
Kalau melupakan tiada mungkin
Biarkan aku membunuh kamu dalam bayangan

Yogyakarta, 18 Juni 2012
Subuh yang dicekam bayangan

Senin, 18 Juni 2012

Keluarga


Keluarga, ia tak terbatas ikatan darah, melainkan kedekatan emosional, intelektual, kultural, dan bisa berawal dari hal-hal struktural.  Keluarga adalah orang tua, sanak saudara, teman terdekat, teman seperjuangan, teman satu daerah, tempat individu merasa nyaman untuk berbagi kegelisahan dan belajar untuk saling mengerti stu sama lain.

Tak lepas dari romantisme kedekatan keluarga, manusia juga perlu menyadari bahwa orang yang terdekat dan sering berinteraksi, berdinamika bersama, adalah orang yang paling rentan untuk disakiti. “People who love you the most, are the people who hurt you the most”. Pasti ada sakit hati dalam kedekatan dan intensitas pertemuan yang sering, tapi disitulah manusia yang egois belajar menjadi manusia yang sosial, belajar mengerti satu sama lain.

Manusia tak bisa memungkiri bahwa seorang individu pasti akan membutuhkan individu lainnya. Maka, rasa sakit menjadi sebuah pembelajaran untuk bisa menerima perbedaan tiap-tiap individu. Latar belakang seseorang adalah pijakan seorang individu dalam menghidupi hari-harinya. Satu lau yang perlu disadari, setiap individu punya latar belakang yang berbeda sejak ia lahir dan tumbuh, berkembang.

Perbedaan ini harus dimengerti, entah bagaimana caranya, mungkin dengan bercerita, mngkin dengan bertengkar, mungkin dengan sakit hati, mungkin dengan mendengarkan… semua mungkin. Semua proses tersebut pasti akan terjadi dalam keluarga. Tidak ada kekeluargaan tanpa ada konflik di dalamnya. Bagai karya sastra yang memiliki awal dan akhir, ditengah-tengahnya ada konflik dan klimaks. Ya, semua orang akan mengalami fase-fase serupa dengan pengalaman yang berbeda, dan akhir pada fase tersebut adalah ketiadaan, hingga seorang individu itu memejamkan mata selama-lamaya, menghembuskan nafas terakhirnya.
***

Berbeda antara keluarga biologis, keluarga karena kedekatan emosional, dan keluarga ideologis.

JEJAK

"Jejak di pasir, karena hidup hanyalah sebuah persinggahan, suatu saat kita hanya tinggal menjadi jejak. Maka dengan menulis, manusia mengabadikan jejaknya agar realita tidak hanya berputar, tapi ada yang disebut kemajuan." – ranger hijau

Minggu, 17 Juni 2012

careful


If you’re not careful, the newspapers will have you hating the people who are being oppressed, and loving the people who are doing the oppressing. – Malcolm X

manusia eksis

"Pada akhirnya, manusia akan memasuki fase ketiadaan. Maka, wajarlah semasa hidupnya, manusia selalu ingin dianggap, menunjukkan bahwa dia ada. Sayangnya, untuk dianggap ada, manusia-manusia suka melakukan berbagai cara. Dari cara terlogis hingga cara tergila yang jarang sekali terpikirkan manusia normal."
-- ranger hijau

Jumat, 15 Juni 2012

nol besar


Berwacana kuat tapi tak berani ambil sikap atas hidup dan tidak berani mengkritisi hal-hal yang "menempel" dalam hidupnya sendiri adalah nol besar. Karena wacana tanpa pemikiran dan perbuatan adalah kemunafikan. Semacam iman tanpa perbuatan, hasilnya adalah nol besar yang besar di mulut dan hanya sebatas pikiran tanpa realisasi.  -- ranger hijau

Sabtu, 09 Juni 2012

Long way 'off road'

Well, today, another trip to Hidden Temple in Yogyakarta and Prambanan Temple of Hinduism and Buddha. I think I learn a lot about religion in Javanese perspective. The mixture of big religions which come from another country and the local belief that is animism-dynamism (worship spirits in nature things and worship ancestors). I think it is good to keep our culture if it is good for ourselves.

Before I go deeper to what I'm learning, I want to tell you about the way on the trip. We passed the alternative road, not the main road. Why? Actually, it is more challenging, the road is not smooth, it is an off road way. The road is sandy and rocky, and it is a winding road with the raving in one side. But, the advantage is we can see beautiful scenery such as rice fields, mountain and hills, plantation, villages, and many more. Another advantage is we can see how Hinduism and Buddhism spread in Yogyakarta, because we will see some small and bigger temples from higher place. Wonderful: it's the word to say about the view. :D