Senin, 29 November 2010

Satan-Satan Zaman

Untuk satan-satan zaman
Yang kemarin-kemarin kehilangan pegangan
Yang semalam kembali mencoba lagi
Yang sekarang harus lebih berani....

Aku sangat senang dengan hari kemarin ketika semuanya terbuka dan mau mengungkapkan apa yang dirasakan. Awalnya aku sangat takut untuk memulai semua karena aku takut hanya aku yang merasa "gelisah" dan "tidak nyaman" dengan situasi macam beberapa bulan kebelakang. Ternyata tidak.... aku tidak sendirian.... aku sangat bersyukur karena kalian tetap satan-satan zaman yang masih memikirkan zaman....

=)


Kurangnya wadah untuk saling berbagi, memberi, dan berdiskusi memang menjadi masalah besar untuk aku, kamu, kalian.... dan KITA....

Mari kembali membangun "atmosfer" yang kondusif untuk kembali membaca, berdiskusi, beraksi, dan memberi...

Satan-satan zaman
Tak masalah ketinggalan zaman
Satan-satan zaman
Tak boleh gentar melawan kebiadaban....


Yogyakarta, Senin malam yang dingin, tanggal 29 Bulan sabit yang tertutup awan.

Sabtu, 27 November 2010

Sekilas Tentang Pertemanan di Mata Saya Sekarang

Sebuah pertemanan tanpa arah terkadang hanya menimbulkan konflik ketika anda sudah memilih jalan anda sendiri. Ya, ketika teman hanya sebagai tempat sampah ketika kita butuh pelukkan saat menangis, teman curhat saat ada masalah, dan teman jalan-jalan untuk pergi sekedar bersenang-senang tanpa ada tujuan mau dibawa kemana hidup kita.
***

Saya ingin mendedikasikan diri saya untuk membantu sesama yang termarjinalkan. Menegakan keadilan dengan semampu saya, membantu mereka mendapatkan hak-hak mereka. Jika saya mampu membuat tulisan untuk menyadarkan masyarakat bahwa keadilan harus diperjuangkan karena tidak akan datang dengan sendirinya, saya akan berusaha menulisnya. Jika tenaga saya dibutuhkan untuk membantu sesama yang terkena musibah, saya akan kerahkan tenaga saya untuk membantu mereka. Jika mereka butuh orang yang mampu membantu mereka untuk bertahan hidup, saya akan belajar dan berusaha membantu mereka. Terlalu muluk memang untuk mencapai semua itu di sisa umur saya.

Saya sudah menentukan arah, saya sudah tahu aku ingin berbuat apa. Saya tahu waktu saya di dunia tidak lama untuk mencapai impian terbesarku. Saya sudah menetapkan tidak mau membuang terlalu banyak waktu. Saya pun sadar, saya adalah seorang manusia yang masih butuh refreshing, penghiburan, dikuatkan, cinta, dan berdoa. Saya masih suka dan cukup mengalokasikan waktu untuk berlibur dan bersenda gurau dengan teman-teman. Saya masih butuh dikuatkan oleh orang lain ketika terjatuh dan goyah, begitu pula sebaliknya. Untuk cinta, saya sudah memberikan hati saya kepada seorang kekasih. Walau bukan pendoa yang baik, rajin, dan taat, saya masih suka ‘berkomunikasi’ dengan Sang Pencipta yang disebut degan segala nama.

Lagi-lagi dan Aku Akan

Aku lagi-lagi merasa terasing. Bukan karena mereka baik dan aku buruk, ataupun sebaliknya. Bukan karena dia lebih dan aku kurang, ataupun sebaliknya.

Sekali lagi aku harus mampu meyakinkan diriku bahwa diriku berbeda. Punya kekurangan, punya kelebihan. Aku mau kembali focus dengan apa yang bisa kulakukan untuk masa depanku, untuk keluargaku, dan untuk masyarakat.

Aku mau kembali menari, aku mau kembali bermusik dan bernyanyi, aku mau belajar lebih banyak lagi tentang menulis, aku mau membaca lebih banyak lagi, aku mau berolahraga lagi, aku mau belajar bahasa lebih dalam lagi, aku mau belajar design grafis lebih banyak lagi.

As the time goes by, I’m getting older and I have to form my life by myself.

Menjadi diriku sendiri. Melakukan apa yang aku senangi dan aku tekuni. Memperdalam hal-hal yang memang menjadi keunggulanku serta kuminati. Tidak perlu mencontoh orang lain yang mempunyai kemampuan yang berbeda.


17 November 2010
Catatan yang terselip di folder tugas, jadi baru di upload.

Sabtu, 20 November 2010

nostalgia

Jumat, 17 November 2010

“ Saat-saat ini diam dan mengambil jarak adalah yang terbaik daripada berpikir yang tidak-tidak. Hanya butuh waktu untuk memahami arti hidup dan realita kehidupan.”

Secara tidak sadar, ada yang terus berubah dalam pikiranku dan mengubah hidupku perlahan-lahan menjadi 180 drajat berbalik. Tetapi akhirnya aku sadar. Bacaan kritis yang aku baca, teman-teman terdekat di kampus yang vokal, belajar tentang sastra dan filsafat, semua ini membawaku pada sebuah titik dimana aku menjadi idealis akut.

***
Sebelumnya aku akan membuat pengangkuan bahwa aku telah mengingkari pernyataanku di awal-awal semester 1. “Aku tidak mau menjadi terlalu idealis seperti mas-mas dan mba-mba itu,” kepada seorang teman yang sempat tinggal satu atap beda lantai, sama UKM, sama Fakultas, dan prodi yang sama juga. Aku cukup kecewa dengan diriku sendiri karena dengan ceroboh dan tanpa pikir panjang begitu berani dan congkaknya menyumpahi hidup yang PASTI tidak selalu seperti yang kita harapkan. Rasanya benar-benar sakit, jadi ingin meludahi diriku sendiri setelah sadar bahwa kenyataannya aku menjadi idealis akut menahun.

Mengapa aku dengan gegabahnya menyebutkan statement yang telah kusebutkan diatas? Karena aku tahu bahwa dunia akan menjadi sempurna dalam ide-ide, tetapi kenyataan tidak demikian. Ini akan menimbulkan kekecewaan terhadap hidup yang cukup berat dan hidup yang sulit akan terasa semakin berat. Manusiawi sekali bahwa manusia ingin hidup enak (cepat, mudah, murah, yang penting senang). Jadi aku takut dan menetapkan tidak mau menjadi idealis tanpa tahu arti idealis itu sebenarnya apa. Posmo sekali. Dulu, bagiku, orang idealis adalah orang-orang yang fanatik, frontal, dan radikal dalam berfikr dan bertindak (Betul kan dangkal sekali saya dulu? haha). Seiring berjalannya waktu, apalagi setelah membeli kamus Oxford Advanced Learner’s dictionary, aku jadi lebih paham apa idealis itu. Ideal means satisfying one’s idea of what is perfect. Lalu aku berfikir bahwa semua orang memiliki ‘ideal’-nya masing-masing, contoh: tipe pasangan ideal, nilai yang ideal. Lanjut dengan kata idealisme/ idealism which means The practice of forming, pursuing, or believeing in ideas. Aku berfikir lagi bahwa setiap orang memiliki cara masing-masing untuk mencapai keinginannya atau bisa kita sebut masa depan ideal yang ingin dimilikinya. Dan untuk idealist is a person who has high ideals and tries to achieve them. Berawal dari inilah saya memutuskan untuk berhenti membengkokan pernyataan saya, karena ideal bukanlah seperti apa yang saya pikirkan sebelumnya.
Hingga akhirnya aku menyimpulkan, idealisme itu sangat penting dan menjadi idealis juga penting. Tetapi masalahnya ketika idealisme itu kupahami dan kujalankan, kemudian baru mengetahui bahwa dunia ide bisa berbanding tebalik dengan realita yang ada. Kekecewaan yang sangat besar tumbuh dengan suburnya di dalam pikiran.

Aku sedang belajar untuk harus bisa seluwes atau se-fleksibel mungkin menempatkan idealisme kita dalam realita kehidupan agar tidak menjadi terlalu terpuruk ketika jatuh. Jatuh hingga terpuruk rasanya tidak enak, sungguh. Seperti sekarang yang aku rasakan sekarang ini. Semua memang butuh proses, mungkin ini memang sebuah permulaan untuk menjadi dewasa, untuk belajar konsisten dengan pilihan, dan belajar tidak terombang-ambing oleh “tangan tak tampak” yang sangat berkuasa.
***
Ya, hidupku sekarang sangat berbeda. Tidak seperti saat SMA dulu. Akupun sadar hal ini tidak tiba-tiba berubah, tapi semuanya melalui proses yang panjang, hampir satu setengah tahun. Aku merasa bahwa aku tak sekuat dulu lagi. Aku merasa payah. Aku terjatuh sangat dalam.
Tidak meratapi, tapi aku membangun kembali. Dalam proses pembangunan inilah yang sulit.
Ketika aku sudah membangun idealismeku dan punya pandangan lain terhadap hidup, yang tidak seperti dahulu, terkadang aku kembali rindu sosokku yang dahulu. Aku kadang-kadang merasa ingin kembali ke masa lalu saat aku tertidur dan bermimpi indah. Sebenarnya aku baru menyadarinya akhir-akhir ini, aku merasa iri dengan temanku. Aku iri karena aku melihat dia seperti cerminan sosokku dimasa lalu. Ceria, terbuka dengan semua orang, punya banyak teman dekat, menjadi pusat perhatian ketika bicara, kuat. Ini payah sekali bagiku. Kemunduran yang luar biasa dalam segi sosialisasi/ pertemanan dan mencoba uantuk lebih terbuka.
Maaf sekali untuk temanku itu, bukan bermaksud membencinya karena perasaan ini, aku justru merasa diriku ini payah sekali. Aku hanya butuh waktu untuk menata perasaan dan pikiranku tentang pandangan-pandanganku. Aku masih meraba arti hidup. Aku ingin benar-benar menikmati hidupku yang baru. Jadi aku mungkin akan mengambil jarak dulu dengan beberapa hal karena aku tidak mau ceroboh dan gegabah lagi.
Aku senang menjadi idealis, tapi aku perlu belajar lagi untuk lebih luwes membawa prinsip2 dan nilai-nilai yang ku pahami dan kuamini dalam hidup.

Kamis, 18 November 2010

kalung doa

Hanya merasa resah melihat yang terjadi pada sekitarku belakangan ini. Apakah aku yang terlalu berlebihan atau memang mereka yang superficial. Entah apa tujuannya benda itu tergantung di leher mereka. Menunjukkan kedekatan mereka dengan hidup doa, atau sekedar menunjukkan identitas diri sebagai seorang yang beragama tertentu, atau malahan hanya sekedar aksesoris.

Benda itu memang bisa dengan mudah didapatkan. Bentuknyapun beragam, ada yang panjang ada yang pendek. Ada yang besar, ada yang kecil. Benda itu juga mempunyai warna yang beragam. Entah karena lucu, keren, ataupun menarik yang jelas bagiku benda itu sangat sakral karena sebagai simbolisasi dan alat pelengkap doa.



(Diambil dari Wikipedia)

Doa Rosario melahirkan sebuah alat untuk menghitung jumlah doa Salam Maria yang didaraskan, yakni Rosario atau kalung Rosario. Jari-jari tangan bergerak dari satu manik-manik ke satu manik-manik lainnya sejalan dengan didaraskannya doa. Tanpa harus menghitung di dalam ingatan jumlah doa Salam Maria yang didaraskan, pikiran seseorang akan lebih bisa mendalami, dalam meditasi, peristiwa-peristiwa suci dalam Doa Rosario.

Hmm… dari esensinya aku hanya merasa kalung ini bukan untuk dipertontonkan saja tetapi sebagai sarana penunjang mendalami iman. Karena bisa menimbulkan sentimen agama. Karena bisa memunjukkan bahwa kepalsuan antara yang dikenakan dan kelakuan..

Bukan sebagai penghakiman. Hanya bercerita tentang sebuah keresahan ditengah zaman yang semakin berantakan. Tanpa mengetahui esensi dari eksistensi sebuah benda akan menjadi terlalu dangkal. Simbolisasi tiada lagi berarti....

Rabu, 17 November 2010

Anak Kota Ketinggalan Zaman




Kembali ku menatap sekitar
lalu melihat diriku di cermin

Apa aku aneh?


Anak kota yang ketinggalan zaman...


Telah kuputuskan meninggalkan keduniaan itu
Terlalu banal kawan...


Aku memang anak kota ketinggalan zaman..


Tidak mengikuti perkembangan pakaian terbaru
Tidak memiliki perangkap elektronik terbaru
Tidak memiliki alat transportasi bagus



Bukan tidak mampu, aku tidak butuh
AKU HANYA MAU SEDRHANA


Aku tak mau seperti pohon besar berakar rapuh
Diatas tanah humus yang terlalu empuk




* Bulan kesebelas, tanggal delapan belas, hari kamis yang mendung*