Minggu, 02 Februari 2014

Belajar Ikhlas




Pengalaman lagi-lagi mengajarkanku untuk belajar ikhlas. Ikhlas melihat seorang yang kita sayangi bahagia dengan pilihannya. Keikhlaskan itu agak sedikit menyakitkan untuk membiarkannya, tapi lebih banyak lagi kebahagiaannya.

Setiap cerita pasti ada luka, dan luka itu harus dibagi agar orang lain terutama mereka yang kita sayangi tidak merasakan luka yang sama seperti yang kita rasakan. Bukan menjadi self-centris, tapi ini adalah bagian dari menyayangi.

Seperti itulah orang tua, mereka cerewet dan suka memberikan nasehat kepada anaknya. Mereka tidak mau membiarkan anaknya kesakitan atau terluka seperti apa yang pernah mereka alami. Tapi ketika anaknya sudah memilih, mereka bisa apa lagi… toh hidup ini bukan milik siapa-siapa. Membiarkan si anak untuk menjalani pilihan hidupnya dengan bertanggung jawab.

Ketika seseorang benar-benar peduli padamu, dia akan memberikanmu banyak cerita agar kamu belajar dari pengalaman mereka. Itulah puncak kepedulian yang bisa mereka berikan: membantumu dengan nyata dan bercerita. Tak perlu malu dan/atau gengsi menunjukkan kepedulianmu. Biarkan rasa pedulimu mengalir seperti air yang ikhlas akan menjadi kotor atau bersih di muara, ia tahu bahwa selalu ada yang bisa dipelajari.
Apapun hasilnya, ikhlaslah.

KE-RANDOM-AN



Ke-random-an ini sungguh menyiksa. Saya butuh waktu beberapa kali untuk menuliskan apa yang benar-benar ingin diluapkan. Kata-kata berhamburan, kalimat-kalimat menjadi sangat panjang, ide memburam. Astaga… sudah berapa lama saya hanya memendam dan mengingat kejadian-kejadian tanpa menuliskannya…

Kepala begitu penuh. Kadang dalam tidur, saya sering ngelantur dan beberapa saat sebelum terlelap jika ditanya-tanya saya kadang tak bisa mengontrol diri mau bicara apa. Bangun tidur, berkali-kali banyak wajah muncul dan kadang mengejutkan.

Tanggung jawab- tanggung jawab ini menumpuk pada pikiranku, pada lakuku, pada pundakku, hingga menggantung hingga mimpiku. Sudah ku coba menjalankannya satu-persatu, selalu masih saja ada kesalahan disana-disini. Kelelahan-kelalahan memuncak, kejenuhan berbuah sakit. Aku bingung kepada siapa lagi aku harus mengadu, karena mereka menjadikanku tempat mengadu.

Susah sekali untuk fokus. Terlalu banyak tekanan itu benar-benar tidak baik untuk kesehatan.
Seorang teman bertanya, “badanmu kok anget terus sih? Sakit apa kamu sebenernya?” Aku hanya senyum, karena aku sendiri tidak tahu. Bisa jadi komplikasi darah rendah dan tipes yang tak kian sembuh perkara selalu kecapekan. Capek dalam pikiran dan beraktifitas.

Aku benar-benar butuh obat penenang sepertinya. Entah itu tidur dalam pelukan, atau secangkir coklat panas yang diminum sembari mendengarkan lagu-lagu ringan. Entah aku tidak tahu. Semuanya masih begitu random dalam kepalaku. Jalani saja apa yang didepan kita, begitu saja kupikir cukup untuk mengisi ke-random-an ini.