Sabtu, 20 November 2010

nostalgia

Jumat, 17 November 2010

“ Saat-saat ini diam dan mengambil jarak adalah yang terbaik daripada berpikir yang tidak-tidak. Hanya butuh waktu untuk memahami arti hidup dan realita kehidupan.”

Secara tidak sadar, ada yang terus berubah dalam pikiranku dan mengubah hidupku perlahan-lahan menjadi 180 drajat berbalik. Tetapi akhirnya aku sadar. Bacaan kritis yang aku baca, teman-teman terdekat di kampus yang vokal, belajar tentang sastra dan filsafat, semua ini membawaku pada sebuah titik dimana aku menjadi idealis akut.

***
Sebelumnya aku akan membuat pengangkuan bahwa aku telah mengingkari pernyataanku di awal-awal semester 1. “Aku tidak mau menjadi terlalu idealis seperti mas-mas dan mba-mba itu,” kepada seorang teman yang sempat tinggal satu atap beda lantai, sama UKM, sama Fakultas, dan prodi yang sama juga. Aku cukup kecewa dengan diriku sendiri karena dengan ceroboh dan tanpa pikir panjang begitu berani dan congkaknya menyumpahi hidup yang PASTI tidak selalu seperti yang kita harapkan. Rasanya benar-benar sakit, jadi ingin meludahi diriku sendiri setelah sadar bahwa kenyataannya aku menjadi idealis akut menahun.

Mengapa aku dengan gegabahnya menyebutkan statement yang telah kusebutkan diatas? Karena aku tahu bahwa dunia akan menjadi sempurna dalam ide-ide, tetapi kenyataan tidak demikian. Ini akan menimbulkan kekecewaan terhadap hidup yang cukup berat dan hidup yang sulit akan terasa semakin berat. Manusiawi sekali bahwa manusia ingin hidup enak (cepat, mudah, murah, yang penting senang). Jadi aku takut dan menetapkan tidak mau menjadi idealis tanpa tahu arti idealis itu sebenarnya apa. Posmo sekali. Dulu, bagiku, orang idealis adalah orang-orang yang fanatik, frontal, dan radikal dalam berfikr dan bertindak (Betul kan dangkal sekali saya dulu? haha). Seiring berjalannya waktu, apalagi setelah membeli kamus Oxford Advanced Learner’s dictionary, aku jadi lebih paham apa idealis itu. Ideal means satisfying one’s idea of what is perfect. Lalu aku berfikir bahwa semua orang memiliki ‘ideal’-nya masing-masing, contoh: tipe pasangan ideal, nilai yang ideal. Lanjut dengan kata idealisme/ idealism which means The practice of forming, pursuing, or believeing in ideas. Aku berfikir lagi bahwa setiap orang memiliki cara masing-masing untuk mencapai keinginannya atau bisa kita sebut masa depan ideal yang ingin dimilikinya. Dan untuk idealist is a person who has high ideals and tries to achieve them. Berawal dari inilah saya memutuskan untuk berhenti membengkokan pernyataan saya, karena ideal bukanlah seperti apa yang saya pikirkan sebelumnya.
Hingga akhirnya aku menyimpulkan, idealisme itu sangat penting dan menjadi idealis juga penting. Tetapi masalahnya ketika idealisme itu kupahami dan kujalankan, kemudian baru mengetahui bahwa dunia ide bisa berbanding tebalik dengan realita yang ada. Kekecewaan yang sangat besar tumbuh dengan suburnya di dalam pikiran.

Aku sedang belajar untuk harus bisa seluwes atau se-fleksibel mungkin menempatkan idealisme kita dalam realita kehidupan agar tidak menjadi terlalu terpuruk ketika jatuh. Jatuh hingga terpuruk rasanya tidak enak, sungguh. Seperti sekarang yang aku rasakan sekarang ini. Semua memang butuh proses, mungkin ini memang sebuah permulaan untuk menjadi dewasa, untuk belajar konsisten dengan pilihan, dan belajar tidak terombang-ambing oleh “tangan tak tampak” yang sangat berkuasa.
***
Ya, hidupku sekarang sangat berbeda. Tidak seperti saat SMA dulu. Akupun sadar hal ini tidak tiba-tiba berubah, tapi semuanya melalui proses yang panjang, hampir satu setengah tahun. Aku merasa bahwa aku tak sekuat dulu lagi. Aku merasa payah. Aku terjatuh sangat dalam.
Tidak meratapi, tapi aku membangun kembali. Dalam proses pembangunan inilah yang sulit.
Ketika aku sudah membangun idealismeku dan punya pandangan lain terhadap hidup, yang tidak seperti dahulu, terkadang aku kembali rindu sosokku yang dahulu. Aku kadang-kadang merasa ingin kembali ke masa lalu saat aku tertidur dan bermimpi indah. Sebenarnya aku baru menyadarinya akhir-akhir ini, aku merasa iri dengan temanku. Aku iri karena aku melihat dia seperti cerminan sosokku dimasa lalu. Ceria, terbuka dengan semua orang, punya banyak teman dekat, menjadi pusat perhatian ketika bicara, kuat. Ini payah sekali bagiku. Kemunduran yang luar biasa dalam segi sosialisasi/ pertemanan dan mencoba uantuk lebih terbuka.
Maaf sekali untuk temanku itu, bukan bermaksud membencinya karena perasaan ini, aku justru merasa diriku ini payah sekali. Aku hanya butuh waktu untuk menata perasaan dan pikiranku tentang pandangan-pandanganku. Aku masih meraba arti hidup. Aku ingin benar-benar menikmati hidupku yang baru. Jadi aku mungkin akan mengambil jarak dulu dengan beberapa hal karena aku tidak mau ceroboh dan gegabah lagi.
Aku senang menjadi idealis, tapi aku perlu belajar lagi untuk lebih luwes membawa prinsip2 dan nilai-nilai yang ku pahami dan kuamini dalam hidup.

1 komentar:

  1. Hahaha. Aku pernah mengalami ini. Sampai kini. Dan kukira sampai mati nanti. Aku pernah mengalaminya meski sebab dari perasaan2 itu mungkin berbeda denganmu... Kukira kita pun bisa ceria, terbuka, jadi pusat perhatian dan kuat dengan kondisi macam ini... Tapi tidak akan gampang dan mungkin akan sangat lama... Tak masalah sih menurutku. Hehehe... 'Sendiri' itu kadang asik... Hehehe. Komenku ini hanya sebuah respon atas tafsirku sendiri terhadap tulisanmu. Mudah2an aku tak salah tafsir...

    BalasHapus